Konsultasi hukum, gugatan cerai PNS dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak ada izin atasan untuk melakukan perceraian
Pertanyaan: Yth. Advokatmedan.com, saya mendapatkan nomor telepon/WA ini dari rekomendasi seorang teman (PNS) yang pernah menggunakan jasa bapak sebagai pengacara di Medan dalam kasus gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Medan. Saya seorang PNS, beragama Kristen, tinggal di Kota Medan, Sumatera Utara. Pada tahun 2019 telah mengajukan gugatan cerai terhadap istri yang bukan PNS di Pengadilan Negeri Medan. Gugatan saya dikabulkan oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan, namun kemudian istri mengajukan banding dan majelis hakim pada tingkat banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan tersebut. Namun pada tingkat kasasi, gugatan cerai saya tersebut dinyatakan tidak dapat diterima atau NO, hakim tingkat kasasi dalam pertimbangan hukumnya berpendapat gugatan cacat formil karena tidak ada izin atasan untuk melakukan perceraian.
Pertanyaan saya adalah:
1). Apakah izin atasan bagi PNS untuk melakukan perceraian WAJIB hukumnya meskipun dalam persidangan tersebut saya telah memberitahukan bahwa izin untuk melakukan perceraian tersebut tidak kunjung turun meskipun sudah memakan waktu 3 (tiga) bulan dan setahu saya bukankah peraturan terkait izin dari atasan untuk melakukan perceraian bagi PNS hanya bersifat aturan sanksi hukuman disiplin saja ? Oleh karena itu saya juga sudah menyatakan bersedia menerima sanksi hukuman disiplin tersebut, termasuk diberhentikan sebagai PNS.
2). Dan sekarang langkah hukum apa yang dapat saya tempuh karena sudah jelas rumah tangga kami tidak dapat dipertahankan lagi, bahkan di tahun 2022 ini kami telah berpisah 3 (tiga) tahun lamanya (pisah sejak tahun 2019). Mohon pencerahan bapak...terima kasih.
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyan anda.
Menjawab pertanyaan ke 1 tersebut harus dilihat peraturan perundang-undangan terkait yaitu Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP 10/1983) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas PP 10/1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP 45/1990).
Pasal 3 PP 45/1990 mengatur bahwa PNS yang akan melakukan perceraian sebagai berikut :
(1) Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan lebih dahulu dari Pejabat;(2) Bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai penggugat atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang berkedudukan sebagai tergugat untuk memperoleh izin atau surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permintaan secara tertulis;(3) Dalam surat permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian untuk mendapatkan surat keterangan harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasarinya".
Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) PP 45/1990 tersebut maka izin perceraian bersifat WAJIB bagi PNS yang akan melakukan perceraian.
Berkaitan dengan pernyataan anda bahwa izin untuk melakukan perceraian sudah diajukan kepada atasan selama 3 (tiga) bulan namun izin tersebut tidak kunjung turun dalam hal ini kami berpendapat bahwa atasan tidak memberi izin untuk melakukan perceraian.
Berkaitan dengan pernyataan anda bahwa peraturan tentang izin untuk melakukan perceraian hanyalah bersifat aturan sanksi hukuman disiplin saja sehingga dengan demikian anda berharap gugatan perceraian dikabulkan oleh majelis hakim meskipun belum ada izin untuk melakukan perceraian, kami berpendapat bahwa hal ini tidak sepenuhnya benar sebab penerapan oleh majelis hakim dalam kasus ini dapat berbeda. Ada majelis hakim yang memandang izin untuk melakukan perceraian sebagai syarat formil gugatan sehingga apabila syarat formil gugatan tidak dipenuhi maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Tetapi ada juga majelis hakim yang memandang izin untuk melakukan perceraian sebagai aturan disiplin saja sehingga gugatan perceraian dikabulkan.
Contoh Kasus di tingkat pertama (gugatan dinyatakan tidak dapat diterima) :
Perkara dalam register No. 0657/Pdt.G/2020/PA.Lpk di Pengadilan Agama Lubuk Pakam majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan surat gugatan Penggugat, ternyata Penggugat berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990, Penggugat wajib memperoleh izin atasan terlebih dahulu sebelum melakukan perceraian.Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Majelis hakim berpendapat bahwa gugatan perceraian yang diajukan oleh Penggugat tidak lengkap dan belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai mana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 tersebut di atas, sehingga oleh karena itu gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijke Verklaard);
Contoh kasus di tingkat pertama (gugatan dinyatakan tidak dapat diterima): Perkara dalam register No. 1987/Pdt.G/2020/PA/Lpk di Pengadilan Agama Lubuk Pakam, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut "
Menimbang, bahwa Penggugat adalah berstatus sebagai isteri Tentara nasional Indonesia (TNI AU), yang bertugas di Soewondo Lanud Medan, maka sesuai dengan Peraturan Nomor Perpang/11/VII/2007 tanggal 4 Juli 2007 dan Peraturan Panglima Nomor 50 Tahun 2014 Pasal 14 ayat (1) tentang tata cara pernikahan dan perceraian, rujuk bagi Prajurit TNI, yang berbunyi “ Gugatan perceraian terhadap Prajurit oleh Suami /isteri harus terlebih dahulu mendapat Surat Izin Cerai dari Komandan atasan yang bersangkutan “, sedangkan Penggugat belum memperoleh Surat Keterangan atau izin tersebut dari Komandan tempat tugas Tergugat.Menimbang, bahwa didalam persidangan, Penggugat menyatakan akan mengurus Surat Keterangan Izin Untuk Melakukan Perceraian tersebut dari atasan atau komandan Tergugat;Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah memberi kesempatan kepada Penggugat untuk mengurus Surat Izin dari Komandan Tergugat tersebut, dan sampai saat persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat juga belum memperoleh izin tersebut;Menimbang, bahwa surat Keterangan izin untuk melakukan perceraian dari atasan/Pejabat/Komandan bagi seorang isteri Anggota TNI tidak hanya sekedar persyaratan Adminstrasif, melainkan menjadi persyaratan formil, hal ini sejalan Surat Markas Besar TNI Nomor B/2533/IX/2014 tanggal 30 September 2014 antara lain menyatakan (Pengadilan dapat memperoses gugatan perceraian yang ditujukan kepada Prajurit TNI setelah ada surat ijin dari Komandan satuan).Menimbang, bahwa Penggugat dalam mengajukan gugatan cerai untuk terhadap Tergugat belum dilengkapi Surat Keterangan Izin atasan (Komandan) Tergugat, oleh karenanya Majelis memandang Surat Keterangan izin dari atasan/komandan dimaksud bagi isteri anggota TNI adalah merupakan syarat fomil, sehingga gugatan cerai yang diajukan Penggugat tersebut menjadi cacat formil;Menimbang, bahwa oleh karena gugatan cerai yang diajukan Penggugat tersebut dinyatakan cacat formil, dengan demikian Majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat tersebut dinyatakan tidak dapat diterima NO (niet ontvankelijke verklaard).
Contoh kasus di tingkat Peninjaun Kembali (gugatan dinyatakan tidak dapat diterima):
Perkara dalam register Nomor: 56 PK/Pdt/2015 Mahkamah Agung dalam pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut :
Bahwa Judex Facti (Pengadilan Negeri) dalam memutus perkara a quo telah lalai sehingga terdapat kekeliruan dan kekhilafan yang nyata yaitu kurang lengkap mempertimbangkan fakta-fakta, sehingga menjadikan pertimbangan putusan yang diambil dalam perkara a quo tidak didasarkan pada pertimbangan yang cukup (onvoeldoende gemotiveerd) untuk itu harus dibatalkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:- Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, ternyata Penggugat berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan dari bukti-bukti tertulis yang diajukan Penggugat ternyata izin cerai sebagai dimaksud ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juncto Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 sebagaimana dimaksud (wajib adanya) tidak ada, hal mana terbukti bahwa gugatan Penggugat diajukan tertanggal 28 Oktober 2013, sedangkan permohonan izin dimaksud diajukan Penggugat pada atasan atau pejabat dimaksud tertanggal 29 Oktober 2013 atau izin dimaksud diajukan setelah gugatan diajukan, sehingga dengan demikian syarat untuk mengajukan perceraian selaku PNS tidak terpenuhi dalam perkara a quo, maka gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima"-Dengan demikian putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri) tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan.
Kesimpulan
Kami berpendapat bahwa izin untuk melakukan perceraian WAJIB adanya dan merupakan syarat formil dari suatu gugatan yang apabila syarat formil tidak dipenuhi maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO).
Menjawab pertanyaa ke 2, maka langkah hukum yang dapat anda tempuh adalah mengajukan kembali gugatan perceraian tersebut dari awal dengan terlebih dahulu memperoleh izin untuk melakukan perceraian.
Referensi:
- Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP 10/1983) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas PP 10/1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil (PP 45/1990);
- Perkara pada tingkat pertama, register No. 0657/Pdt.G/2020/PA.Lpk di Pengadilan Agama Lubuk Pakam;
- Perkara pada tingkat pertama, register No. 1987/Pdt.G/2020/PA/Lpk di Pengadilan Agama Lubuk Pakam;
- Perkara dalam tingkat Peninjauan Kembali, register Nomor: 56 PK/Pdt/2015 Mahkamah Agung;