Apakah anak perempuan tunggal menghijab menghalang saudara kandung pewaris ?
"Menimbang bahwa para Penggugat dalam gugatannya mendalilkan bahwa Penggugat I sampai dengan Penggugat IV adalah saudara kandung dari Pewaris bernama SUNTIATI (pewaris), sedangkan Penggugat V adalah anak kandung dari saudara kandung Pewaris (ahli waris pengganti) yang bernama SUSANTO bin ISTAMAR bin JOYO SUPARTO/SUMIDI.
Menimbang, bahwa baik dari sisi Pewaris I maupun Pewaris II, Ketika meninggal dunia sama-sama meninggalkan seorang anak, yakni YUYUK INDRI ASTUTIK yang kini berposisi sebagai Tergugat
Menimbang, bahwa dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 176, Allah SWT berfirman yang artinya:
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara perempuannya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia (saudaranya yang laki-laki) mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak . Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka keduanya dua pertiga harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka terdiri dari saudara laki-laki dan perempuan, maka untuk yang laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan....”;
Menimbang, bahwa lafaz “jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara perempuannya itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan dia (saudaranya yang laki-laki) mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak…” mempunyai maksud bahwa saudara (baik laki-laki maupun perempuan) mendapat bagian harta waris apabila pewaris tidak memiliki anak. Dengan demikian mafhum mukholafah (pemahaman terbalik)-nya, dari ayat tersebut adalah jika Pewaris meninggalkan anak, maka saudara terhalang (terhijab) oleh anak untuk mendapat harta waris.
Menimbang, bahwa menurut majelis hakim lafaz walad dalam surat an-Nisa’ 176 tersebut adalah anak laki-laki maupun anak perempuan. Hal ini juga sejalan lafaz walad yang sebenarnya telah ditafsirkan sendiri oleh Al-Qur-an pada surat an-Nisa’ ayat 11.
Dalam ayat tersebut lafaz aulaad jelas ditafsirkan sendiri oleh ayat itu yakni mencakup kedua jenis kelamin yaitu (dzakar) laki-laki dan (untsa) perempuan. Jika lafaz walad diartikan anak laki-laki saja tentu pemaknaan tersebut merupakan reduksi besar-besaran terhadap firman Allah serta menyalahi salah satu keistimewaan Bahasa arab yang memiliki kosa-kata berbentuk maskulin yang sekaligus mengandung arti feminim, karena dalam bahasa Arab tidak dijumpai pemakaian kata waladah untuk anak perempuan;
Menimbang, bahwa dengan demikian selama pewaris masih mempunyai anak dan atau keturunan dalam garis lurus kebawah, maka selamanya saudara tidak dapat mewaris bersama dengan anak dan atau keturunan dari pewaris tersebut.
Menimbang, bahwa dengan demikian para Penggugat (Penggugat I sampai dengan V) dalam kedudukannya sebagai ahli waris dari Pewaris I (HASAN BADRI) dan Pewaris II (SUNTIATI) terhijab hirman oleh Tergugat sebagai anak kandung (walad) Pewaris".
Kami sependapat dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 86 K/AG/1994, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II Bagian II Teknis Peradilan Sub 2 Pedoman Khusus bagian b. Kewarisan point 5 huruf a) tersebut dan putusan dalam perkara no. 2115/Pdt.G/2012/PA.Kab.Kdr tersebut yang menyatakan bahwa anak perempuan menghijab/menghalang saudara kandung dari pewaris untuk mendapatkan warisan.
Demikian jawaban kami, terima kasih.