Izin perceraian bagi karyawan BUMN
Izin cerai bagi karyawan BUMN |
Pertanyaan:
Apakah karyawan Bank BUMN wajib memperoleh izin atasan untuk melakukan perceraian ?
Jawaban:
Jawaban atas pertanyaan tersebut dapat ditemukan pada Pasal 1 huruf a angka 2c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1983 tentang Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 tahun 1990 yang menyatakan bahwa yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu :
a. Pegawai bulanan disamping pensiun;
b. Pegawai Bank milik negara;
c. Pegawai badan usaha milik negara;
d. Pegawai Bank milik daerah;
e. Pegawa badan usaha milik daerah;
f. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa.
Sebagai karyawan Bank BUMN atau Pegawai Bank milik negara maka dipersamakan kedudukannya sebagai PNS sehingga pada saat akan melakukan perceraian harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang/atasan yang berwenang sesuai ketentuan pasal 3 PP No. tahun 1983. Bagi pegawai BUMN yang tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian akan dijatuhi sanksi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Contoh Kasus disarikan dari sebuah laman yang kami akses pada tanggal 03 Agustus 2022 yaitu di http://lkbh.sumbawabaratkab.go.id/knowledgebase.php?article=2 (catatan: tautan ini bisa saja sudah tidak dapat diakses manakala telah dinon aktifkan oleh pemilik akun tersebut). Sebut saja Ryan (nama samaran) salah satu pilot senior di PT Garuda Indonesia telah di PHK oleh PT Garuda Indonesia dengan alasan ia nya melakukan perceraian tanpa izin atasan. Manajemen PT Garuda Indonesia beralasan ketentuan PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 berlaku juga bagi karyawan BUMN. Kemudian menurut Pasal 15 PP No. 45, pelanggaran atas ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi hukuman berat yang jenis sanksinya mengacu PP No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS, seperti demosi atau PHK.
Jadi dengan demikian sudah jelas ketentuannya bahwa setiap pegawai/karyawan BUMN yang akan melakukan perceraian maka wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari atasan yang berwenang.
Lalu bagaimana implementasinya dalam praktik apabila pegawai/karyawan BUMN tersebut menggunakan jasa Advokat/Pengacara untuk mengajukan gugatan cerai tersebut ? Dalam catatan team advokatmedan.com ada beberapa hal penting yang harus dilakukan. Pertama: Surat Kuasa Khusus kepada Advokat/Pengacara dibuat dan ditandatangani setelah prinsipal/klien memperoleh izin dari atasan. Misalnya izin atasan diberikan pada tanggal 01 Agustus 2022, maka Surat Kuasa Khusus tersebut dibuat dan ditanda tangani setelah tanggal 01 Agustus 2022, misalnya buat saja tanggal 02 Agustus 2022. Mengapa demikian? tentu saja karena sebelum memperoleh izin atasan si prinsipal/klien tersebut belum memiliki legal standing/alas hak untuk mengajukan gugatan cerai. Ini bisa dijadikan dasar oleh pihak lawan untuk mengajukan eksepsi dimana berpotensi gugatan cerai dinyatakan cacat formil sehingga gugatan cerai dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) atau majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat meminta kepada pihak Penggugat untuk terlebih dulu mengajukan izin kepada atasan, bila setelah waktu yang cukup diberikan tetapi tidak berhasil mendapatkan izin, majelis hakim dapat mengambil putusan gugatan cerai dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). Kedua: dalam posita gugatan cerai agar disebutkan bahwa prinsipal/klien dalam mengajukan gugatan cerai ini dalam kedudukan sebagai pegawai/karyawan BUMN telah memperoleh izin atasan untuk melakukan perceraian, kemudian sebutkan siapa yang mengeluarkan izin tersebut dan nomor serta tanggal suratnya.
Pasca berlakunya PP Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, ketentuan izin perceraian bagi karyawan BUMN tersebut tidak berlaku lagi. Norma hukum Pasal 1 PP Nomor 10 tahun 1983 terhapus oleh norma hukum Pasal 95 Ayat 2 PP 45 tahun 2005.
Demikian jawaban kami. Terima kasih.